Perkenalkan namaku Eli Wibawati. Meskipun kisah cinta ini tak berakhir manis, selamanya akan kusimpan dalam kenangan terindahku.
Entah
mengapa malam yang dingin itu terasa panas. Mungkin efek mempersiapkan
berkas-berkas untuk pertemuan besok pagi. Walaupun dibantu
rekan-rekanku, tapi tetap saja rasanya melelahkan. Di saat kepenatan
menerpa, datanglah seorang pria yang belum pernah kukenal sama sekali
sebelumnya. Awalnya aku bingung siapakah pria manis ini? Oh, ternyata
dia teman salah satu rekanku. Ketika diam-diam mencuri pandang ke arah
pria manis tersebut, entah kenapa masalah muncul. Printer rusak, padahal
berkas harus dibawa besok pagi. Mau tidak mau harus pergi ke tempat
fotokopi terdekat. Sebenarnya aku takut berkendara di malam hari.Di saat bingung melanda, pria itu tiba-tiba menawariku untuk mengantar. BINGO! Aku pun menerima tawarannya walaupun dalam hati terbesit rasa takut karena aku belum mengenalnya. Sepanjang perjalanan menuju tempat fotokopi, kami berbicara mengenai profesi kami hingga alasan kepindahanku ke desa.
Sepulangnya dari tempat fotokopi, rasanya kami menjadi semakin akrab. Ternyata dia baru saja membeli smartphone dan belum fasih menggunakannya. Dia pun memintaku mengajarinya. Kami terus berbincang hingga akhirnya saling memperkenalkan diri.
Semenjak pertemuan malam itu, aku selalu memikirkannya. Pria yang manis, sopan, serta nada bicaranya yang lembut dan santun. Entahlah rasanya seperti dia adalah orang yang aku cari selama ini. Aku merasa malu sendiri setiap kali membayangkan wajahnya.
Apakah aku jatuh cinta pada pandangan pertama? Bahkan aku pun belum mengenalnya dengan baik.
Jatuh cinta pada pandangan pertama adalah suatu hal yang tidak mungkin bagiku. Namun kenyataannya, aku jatuh cinta. Selama hampir sepekan kami saling bertukar pesan.
Tanpa
terduga, suatu sabtu sore dia mengunjungiku. Rasanya seperti seluruh
bunga di seluruh dunia ini bermekaran. Tapi itu hanya sesaat. Ternyata
dia akan pergi latihan menyanyi untuk kegiatan ibadah di hari minggu.
Hatiku rasanya hancur mengetahui dia berbeda keyakinan denganku. Malam
itu aku menangis sejadi-jadinya.
"Oh, Tuhan, mengapa cinta kami terhalang keyakinan, apa rencana-Mu?"
Setiap hari aku berusaha menekan perasaan cinta itu. Aku takut semakin mencintainya karena aku sadar kami tidak mungkin bersatu.
Dua puluh satu selalu menjadi tanggal yang aku nantikan. Aku tidak pernah tau apakah dia menantikan tanggal itu juga. Tanggal itu berharga untukku karena tanggal itu adalah pertanda awal perjumpaan kami. Tepat di tanggal dua puluh satu bulan september dia datang secara tiba-tiba ke rumahku. Aku senang sekali. Kami menghabiskan waktu sepanjang malam untuk mengobrol. Dua puluh satu bulan oktober, dia mengirimkan lagu yang berkaitan dengan awal perjumpaan kami. Sepanjang malam aku memutar suaranya. Dua puluh satu bulan november aku mengenang setiap moment kebersamaan kami dalam setiap bulir tetesan air mata. Aku merasa mustahil untuk kami bersama dalam perbedaan. Akhirnya, aku memutuskan untuk melupakannya. Biarlah aku simpan dengan rapi kisah ini di dalam hati yang tidak dapat tersentuh.
Kau adalah seseorang yang tidak mungkin dimiliki sebesar apapun perasaanku padamu. Semoga kau selalu berbahagia. Aku selalu menyayangimu, bahkan di saat pertama melihatmu aku telah merasakan rasa itu.