cintaku untuk mu


Lastri memerlukan beberapa kejap memejamkan mata, sesaat sebelum bus Intra yang ditumpanginya memasuki Terminal Amplas. Angannya membual pada kenangan beberapa tahun lewat, pikirannya dipenuhi kenangan dan mimpinya yang ditinggalkan di kota ini.Setelah turun dari bus, Lastri bergegas melompat ke dalam Angkot lagi,KPUM trayek Terminal Amplas-Pinang Baris. Tadi dia sempat mengedarkan pandang ke sekeliling terminal. Dia menggeleng kepala sendiri, menenangkan batinnya. Katanya kepada batin: menggerutu soal kesemrawutan tak baik bagi kesehatan. Sudah Tiga tahun Lastri berada di Bandung hanya untuk bekerja dan bekerja. Tiga tahun juga dia bendung rasa rindu pada keluarganya di Medan, Lastri memutuskan untuk menghabiskan cuti tahunannya pulang ke Medan. Pihak kantor mengizinkannya untuk ambil cuti tahunan selama 14 hari.

 

Pelan-pelan Angkot KPUM yang ditumpangi Lastri Sebentar lagi akan melintasi perempatan Universitas Sumatera Utara,Dia ingat dulu, lama sekali pernah bergiat menimba ilmu di Universitas itu. Sambil tersenyum Lastri mengenang jalan hidupnya. Sesampainya dirumah, Orang tua Lastri begitu bahagia melihat ia tetap sehat, bahkan mereka mengatakan ia jauh berubah, tutur bahasanya semakin lembut dan sopan, cara berpakaiannya benar-benar menunjukkan kalau Lastri memang perempuan kantoran, Lastri semakin feminim dan semakin cantik. Keluarganya menyambutnya dengan penuh kegirangan.

 

Lastri tidak pernah lupa akan kebiasaannya dulu, setiap hari minggu ia pasti selalu ke pantai cermin untuk melepaskan rasa penat lelah menjalani rutinitas selama satu minggu,Pantai Cermin adalah salah satu tempat terciptanya kenangan antara Lastri dan Andre dimasa lalu,tapi sayangnya andre telah menikah. Kala itu Lastri mengundang Andre untuk menghadiri acara wisudanya, tapi disaat itu juga orang yang dia kasihi menyodorkan undangan pesta pernikahannya. Betapa hancurnya hati Lastri. Wisuda dilalui dengan air mata kebahagiaan sekaligus kesedihan. Seusai wisuda, keberangkatannya bekerja di Bandung pun ia per cepat. Dua hari sebelum pesta pernikahan Andre di situ ia meninggalkan kota Medan.Lastri pergi tanpa pamit pada siapapun kecuali keluarganya. Sejak itu hingga saat dia kembali ke medan dia tidak tahu gimana kabar andre.”Ah ya sudahlah, lupakan.” Lastri berkata dalam hatinya. Dia duduk ditepi pantai. Pandanganya tertuju ke lautan yang luas, ia juga tetap memperhatikan sekeliling. Tak bisa dia bohongi ia berharap bisa melihat andre ada di tempat ini. Lastri tak sedikit pun bisa melupakan Andre, walaupun Andre sudah menikah.

 

Dari kejauhan Lasrti melihat sesosok pria yang lagi berenang di pantai, itu Bang surya. Ia mendekati Surya.

 

“Hei, Bang Surya apa kabar?.” Lastri menjulurkan tangannya sambil tersenyum.

 

Surya hanya terdiam melihatnya, sepertinya dia tidak mengenali Lastri lagi.

 

“Ini aku Bang, Lastri, Lastri mantannya Bang Andre.” Sebenarnya berat hati lastri menyebut nama Andre, tapi memang hanya itulah yang bisa mengingatkan Surya padanya karena Lastri berkenalan dengan Surya melalui Andre.

 

“Oh,, Lastri? Sudah lama ya kamu tidak kelihatan lagi kemana saja dek?.”

 

“Aku sekarang kerja di Bandung bang, aku sudah dua tahun di sana.”

 

“Wah, pantesan gak pernah lagi kelihatan.”

 

“Ya gitu deh, Abang apa kabar?.”

 

“Sehat, Lastri?.”

 

“Seperti yang Abang lihat.”

 

“Tapi kamu jauh berubah ya, kamu jauh lebih cantik dari sebelumnya, abang saja sampai tak mengenalmu tadi.”

 

“Oh ya?.”

 

Sebenarnya dalam hati Lastri juga ingin menanyakan pada Surya bagaimana kabar Andre, tapi ia rasa itu tidak perlu. Sekarang ia sadar sekalipun ia jauh dari semua kenangan, tetap saja cintanya pada Andre belum pudar,”Adilkah buatku ini Tuhan”, Lastri mengeluh.

 

“Dek sudah tau berita belum mengenai si Andre?.”

 

Mendengar nama Andre, Lastri terkejut jantungnya berdetak tak menentu, berharap tidak membahas tentang Andre, Surya malah mengingatkannya, tapi Lastri berusaha bersikap tenang.

 

“Memangnya kenapa dengan Andre, bang?.”

 

“Lho belum tau beritanya ya?.”

 

Informasi yang diberitahukan Surya semakin membuatnya penasaran, tapi ia tetap berusaha tenang.

 

“Berita apa sih bang? Buat penasaran saja.”

 

“Kapan terakhir kamu bertemu dengan Andre?.”

 

“Ya sudah lamalah, tiga tahun yang lalu sewaktu dia antar undangan padaku.” Mengingat kejadian itu membuat lastri berkata terbata-bata dan pelan, karena hatinya terpukul tiap kali ingat kejadian itu.

 

“Terus kau tidak tahu kalau pernikahan mereka gagal?.” Surya berkata dengan wajah yang sangat serius.

 

Mendengar kata “gagal” ia semakin terkejut, Ia tidak tahu harus bersikap seperti apa, ada rasa bahagia di hatinya, tapi ada juga rasa sedih di hatinya.

 

“Kau tahu dek, dua hari sebelum pesta mereka berlangsung, Orang tua si perempuan datang ke rumah Andre di kampung, satu kampung terkejut mana boleh Orang tua siperempuan datang ke rumah Besannya sebelum acara pernikahan anak perempuannya berlangsung, tidak ada yang tahu tujuannya, tiba-tiba orang tua si perempuan menarik paksa putrinya keluar dari rumah si Andre. Orang tua si perempuan tidak setuju mereka menikah, ternyata selama ini si perempuan hanya meminta restu kepada Bapak Udanya saja
(adik laki-laki dari bapak), sementara orang tuanya tidak setuju, karena perempuan itu sudah dijodohkan dengan paribannya (anak laki-laki dari bibi). Pernikahan dibatalkan, sempat juga memang ini sampai pada jalur hukum, tapi tak tahu endingnya apa, tapi yang pasti sekarang si perempuan sudah menikah dengan paribannya itu.”

 

Surya diam sejenak, Lastri tidak sabar mendengar kabar selanjutnya terutama kabar Andre.

 

“Jadi sekarang Andre dimana?.”

 

“Sekarang aku tidak tahu dia dimana, sejak kejadian itu dia tidak pernah muncul lagi dan tidak ada kabar”.

 

Istri Surya datang mendekati Surya dan Lastri dan mengajak Surya pulang, sayang sekali aku rasa moment ini untuk ditinggalkan, padahal aku ingin mendengar lagi informasi yang sangat penting ini. Ucap Lasrti dalam hati

 

Perasaan sedih, tapi juga bahagia bersatu dalam dirinya. Iasedih karena ia membayangkan bagaimana kalau ia berada di posisi mereka dan ia bahagia berarti ia masih ada kesempatan untuk mengulang lembaran baru dengan Andre.

 

Informasi yang Lastri dapatkan dari Surya tadi membuat ia benar-benar gelisah dan memancing dirinya untuk mencari tahu dimana sekarang keberadaan Andre, tapi ia tidak tahu harus mulai mencari dari mana, hanya satu jawaban ia harus menjumpai Orang tuanya di Siantar.

 

Walaupun cuaca tidak bersahabat, rintikkan hujan di pagi hari tidak membuat Lastri malas untuk berpergian sesuai rencananya, ia mengeluarkan mobil Avanza silver milik Papanya. Selama ia di Medan Papanya mempercayai menggunakan mobil Avanzanya kemanapun Lastri pergi, Lastri menuju Siantar.

 

Sampai di depan rumah Andre, ia keluar dari mobil, seorang perempuan yang paruh baya datang menghampirinya menatap keheranan.

 

“Cari siapa dek?”.

 

” Ini Namboru (sapaan buat Mamanya pacar kita atau suami kita, atau juga satu marga sama bapak kita dalam adat Batak).” Lastri memastikan.

 

” Namboru mana yang adek maksud?.” Namboru bertanya heran.

 

” Namboru, Mamanya Andre?.” Lastri bertanya lagi.

 

“Iya benar, adek ini siapa ya?.”

 

“Ini aku Lastri, Namboru.” Lastri menyalami tangan Namboru.

 

Setelah Namboru tahu kalau itu adalah Lastri, Namboru memeluknya dan menangis histeris, situasi menjadi ramai para tetangga datang karena mendengar tangisan histeris Mama Andre, mereka membawa Lastri dan Namboru masuk ke rumah.

 

Mama Andre menceritakan kejadian yang sama persis dengan apa yang diceritakan oleh Surya pada Lastri, Mama Andre malah berkata kalau mereka sudah malu sekali atas kejadian itu dan sejak itu Andre tidak pernah lagi menunjukkan dirinya. Mama Andre bilang Andre sekarang ada di Riau, sudah dua tahun dia disana dan tidak pernah pulang dan rasa rindu yang Mama Andre rasakan yang membuat Mama Andre semakin kurus kering, padahal dulu Mama Bang Andre termasuk perempuan yang gemuk.

 

Mama Andre menyuruh Lastri menelepon Andre tanpa berpikir panjang ia langsung menghubungi Andre. Pembicaraan pun tercipta begitu menyenangkan, awalnya Andre tidak percaya kalau Lastri yang menelepon dirinya, tapi Lastri meyakinkan dia kalau ini memang benar-benar dirinya. Satu jam menelepon tanpa memperdulikan telinganya yang sudah panas mereka sama-sama melepas rindu melalui telepon,Lastri menyuruhnya pulang karena waktunya di Medan hanya tinggal 10 hari lagi. Tanpa basa basi Andre mengatakan malam ini dia akan pulang dan sampai di Medan besok pagi.

 

Lastri menyarankan dia pulang tidak usah ke kampungnya tapi ke Medan saja, karena kata Andre untuk sekarang ini dia masih belum bisa menahan rasa malu. Tapi kami bingung kemana dia harus tinggal, sementara Mamanya juga ingin bertemu dengan Andre, tinggal di Medan tempat saudara mereka juga masih belum siap. Tapi tidak berlama-lama lagi Lastri dan Mama Andre pergi ke Medan, sampai di Medan mereka langsung cari kamar kost untuk Mama Andre dan Andre tempati sementara dan Lastri bersedia membiayai semua kebutuhan mereka selama mereka nge-kost.

 

Pukul 09.00 WIB Lastri dan Mama Andre menjemput Andre ke terminal Amplas, setelah memarkirkan mobilnya, Lastri dan mama Andre langsung mencari dimana bus yang

 

dari Riau berhenti. Satu jam sudah menunggu, bus dari Riau tiba, Mama Andre bergerak kesana-kemari mencari Andre di antara penumpang yang turun dari bus tersebut, tiba-tiba Mama Andre memeluk lelaki yang kurus dan berkulit hitam, pria itu benar-benar tidak terawat, dia adalah Andre. Fisiknya bahkan jauh lebih parah daripada sewaktu Lastri dulu pacaran dengan dirinya, walaupun begitu Lastri tidak peduli lagi seperti apa dirinya, yang pasti rasa cintanya padanya jauh mengalahkan rasa malunya dulu.

 

Waktu Lastri yang tinggal 9 hari di Medan tidak akan ia sia-siakan, ia habiskan untuk mengurus Andre dan Namboru, ia memberikan yang terbaik kepada mereka, ia juga selalu mencari kesempatan untuk berduaan dengan Andre berharap Andre mau mengulang lagi kisah cinta mereka. Merasa termotivasi dengan dukungan lastri sejak kmereka bertemu beberapa hari yang lalu Andre kembali seperti dulu, dia sudah berani menunjukkan dirinya pada teman-temannya lagi, dia juga mulai bekerja lagi sebagai anggota supplier.

 

Tidak ada yang bisa menghalangi waktu, 14 hari telah berlalu, Lastri harus meninggalkan kota Medan kembali ke Bandung, berat sekali dia melangkah. Sehari sebelum ia berangkat, Andre mengajak Lastri menghabiskan waktu hanya berdua seharian, sesuai dengan apa yang Lastri harapkan Andre meminta Lastri untuk jadi kekasihnya kembali, tapi kali ini Lastri bilang padanya aku tidak mau hanya sebatas kekasih tapi aku mau menjadi pendampingmu untuk selamanya.

 

Andre begitu gembira mendengar ucapannya, dia memeluk erat dan mengatakan “Terima kasih sayang.” Lastri berangkat ke Bandugn, Namboru kembali ke kampung dan Andre sudah bekerja di Medan.

 

Sudah enam bulan berpacaran jarak jauh, rencana Mereka menuju pelaminan, Lastri meyakinkan orang tuanya agar mereka merestui hubungannya dengan Andre. Orang tua Lastri tidak banyak komentar, bagi mereka kalau memang itu baik bagi Lastri mereka setuju saja asal jangan ada penyesalan di kemudian hari, tapi tekad Lastri sudah bulat dan mereka positif mau menikah dua bulan lagi.

 

Sibuk mengurusi hari pernikahannya dan Andre membuat Lastri harus Medan-Bandung dan sebaliknya, perasaan senang, gugup dan tegang bercampur dalam diri Lastri dan Andre. pernikahan satu bulan lagi. Undangan dicetak, pakaian sudah dijahitkan. Semua sudah beres hanya tinggal waktunya saja.

 

Pagi hari yang sangat cerah, menikmati secangkir teh di dekat jendela ruangan kantornya, sambil memandang lalu lalang pengangkutan yang ada di jalan raya di bawah sana. Lastri tidak tahu kenapa dengan hatinya, dia merasa bahagia sekali tidak tahu apa sebabnya,ia senyum-senyum sendiri sampai-sampai teman-temannya bilang. “Duh,, yang mau nikah itu, bahagia sekali, ech.” Senyum Lastri semakin lebar, mungkin mereka benar ia bahagia seperti ini karena hari pernikahannya sudah dekat.

 

“I’ll be waiting for you here inside my heart” handphone Lastri berdering.

 

Dia melihat panggilan dari Mamanya Andre, dengan senang hati ia mengangkat telepon dari calon ibu mertuanya ini.

 

“Halo Namboru”. Dengan nada yang semangat ia menjawab.

 

Tapi Lastri tidak mendengar sedikitpun suara dari seberang sana. ” Namboru, Namboru, halo,halo”. ia mengulang jawabannya, mungkin saja signal sedang terganggu pikirnya, telepon putus. Dia menghubungi Namboru, mungkin saja ada yang penting fikirnya.

 

“Halo boru.” jawaban dari seberang sana, tapi nadanya sangat lemah, berat dan sepertinya menangis.

 

“Lho, Namboru kenapa? Namboru nangis ya?.”

 

Suara tangis Namboru semakin kencang sekencang-kencangnya, tangis Namboru semakin membuatnya panik tak menentu.

 

“Namboru kenapa? Namboru kenapa?.” Suara Lastri semakin keras sampai-sampai semua karyawan melihat dan masuk ke ruangannya.

 

“Andre, ANdre…” Namboru bicara tanggung-tangung, Lastri semakin penasaran.

 

Andre? Andre kenapa Namboru?.” ia bertanya dengan penuh kegelisahan.

 

“Kuatkan hatimu ya boru (boru panggilan anak perempuan bagi orang Batak) Andre.Andre.Andre meninggal”. Namboru langsung menjerit.

 

Lastri tidak tahu apakah dia salah dengar atau tidak tapi semua gelap ia rasa, handphone dari tangannya terjatuh.

 

Ketika dia terbangun sudah banyak orang mengelilinginya, mereka memeluknya sambil menangis. Mereka tahu kalau calon suami Lastri yang akan ia nikahi dua minggu lagi telah pergi untuk selamanya.

 

Selama Lastri pingsan teman-teman kantornya mengurus tiketnya ke Medan, mereka benar-benar merasakan duka yang Lastri alami. Keberangkatannya ke Medan tepat pukul 16.00 WIB, Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi, dia hanya mengikuti kemana temannya Lastri membawanya, Mereka yang mengurus Lastri sampai menghadap jasad calon suaminya, hanya tangis yang bisa ia keluarkan.

 

Saat pemakaman berlangsung, Lastri masih tetap antara sadar dan tidak sadar, tapi dia masih mendengarkan ada bisikkan di telinganya, “Maafkan aku sayang, cintaku abadi untukmu.” Mendengar bisikkan itu Lastri langsung tersadar dan memperhatikan sekelilingnya kalau tak satu orangpun ada di sampingnya kecuali Namboru yang masih larut dalam kesedihannya, sementara keluarga Lastri berdiri di hadapan Lastri. Lastri tersadar kalau itu adalah suara calon suaminya dari alamnya ia pun berkata dalam hati “Selamat jalan sayang, cintaku juga abadi untukmu.”

 

Setelah pemakaman, mereka mendudukan Lastri disebuah tikar dan diletakkan beras di kepalanya, dia tahu mereka sedang memberikan penghiburan padanya, tapi Lastri tidak mendengarkan apapun yang mereka katakan, Dia malah bertanya kenapa calon suaminya bisa meninggal tiba-tiba seperti ini, padahal sehari sebelum meninggal, malamnya dia masih menelepon Lastri dan menceritakan rencana-rencana mereka bila sudah menikah nanti.

 

Teman kost Andre menceritakan sewaktu Andre selesai mandi mau pergi kerja dia sempat berkata kalau kepalanya sakit sekali bahkan dia sempat menjerit, sampai-sampai yang lain ikut terbangun, tiba-tiba dia terjatuh terlentang, mereka langsung melarikannya ke rumah sakit, tapi dokter bilang nyawanya sudah tidak terselamatkan lagi, Mereka langsung membawa jasadnya ke kampung.

kekuatan sebuah kasih

kekuatan sebuah kasih
Hari itu adalah hari ulang tahun Ana yang ke duapuluh. Kakek dan nenek Ana sibuk menyiapkan segalanya pada hari yang berbahagia itu. Dalam keadaan demikian, hati Ana justru resah menantikan kedatangan pak pos. Seperti yang terjadi pada setiap hari ulang tahunnya, mamanya yang tersayang pasti akan mengirimkan surat dan ucapan selamat dari Amerika.

Dalam ingatan Ana, sejak dia masih kecil mama telah pergi bekerja di Amerika. Begitu juga yang diceritakan kakek dan nenek kepadanya. Dalam ingatannya yang telah memudar, dia masih mengingat dulu semasa kecil, mama pernah menggendongnya dengan penuh kasih dan memandangnya dengan sorotan mata lembut bagai cahya rembulan. Semua ini adalah bayangan yang masih ada dalam benaknya, juga saat indah yang sering dimimpikannya.

Namun, semua ini hanya tampak bayang-bayang. Dalam hati Ana, amat mengharapkan kepulangan mama, namun di sisi lain juga ada pertanyaan yang tak terjawab,”Mengapa mama tega meninggalkan aku yang masih begitu kecil untuk pergi jauh?” Dalam pemahamannya, mama gagal dalam pernikahan dan meninggalkan suaminya yang tak bertanggung jawab. Sejak kecil, kala merindukan mama, Ana selalu merengek dan memohon kepada kakek dan nenek untuk membawanya ke Amerika berjumpa dengan mama tersayang. Kakek-nenek selalu menjawab dengan wajah berbasuh air mata,”Mamamu sibuk bekerja di Amerika, dia juga sangat merindukan Ana, namun dia tak bisa menemani Ana. Maafkanlah mamamu, suatu hari nanti engkau akan mengerti semua ini.”

Dengan jantung berdetak kencang, Ana terus menantikan kedatangan surat mama pada hari ulang tahunnya yang ke dua puluh ini. Dia membuka kotak kesayangannya yang berisi kumpulan surat mama sejak Ana kecil sampai hari ini. Dari tumpukan kertas surat yang telah menguning diambil selembar surat dari mama. Ini adalah surat mama untuknya saat Ana berusia enam tahun dan mulai masuk sekolah. Mama berpesan,”Ana sudah masuk sekolah ya, banyak teman menemanimu bermain. Ana harus bergaul dengan baik, pakaian harus selalu dirapikan, rambut juga diikat dengan rapi ya..” Sepucuk surat lain diambilnya, ini adalah surat mama saat dia berusia enam belas tahun dan mulai masuk SMU. “Dalam ujian belajarlah sepenuh hati, masa depan nanti harus mengandalkan kemampuan yang didapatkan dengan penuh jerih payah. Dengan bekal ilmu pengetahuan, Ana baru dapat berlaga di masyarakat,” mama berpesan.

Dalam setiap pucuk surat, mama menyampaikan kasihnya yang tiada batas kepada puteri tunggalnya. Semua surat mama ini merupakan kasih dan motivasi terbesar bagi Ana selama pertumbuhannya belasan tahun ini. Setiap malam sebelum tidur, saat Ana merindukan mama, dia selalu memeluk kotak surat ini. Mama, di mana engkau berada? Apakah engkau memahami kerinduan Ana dalam kesendirian di sini? Mengapa mama tak pernah datang melihat Ana? Juga tak meninggalkan telepon dan alamat? Mama! Di mana engkau berada? Dunia begitu luas, manusia begitu banyak, di mana aku harus mencari mama?

Akhirnya datang juga pak pos mengantarkan surat mama yang ke tujuh puluh dua kepada Ana. Seperti biasanya Ana segera mengambil surat mama dan membukanya. Kakek dan nenek ikut berlari di belakang Ana seperti akan ada kejutan yang terjadi. Surat ini tampak lebih lusuh dan kuning dibandingkan surat-surat terdahulu, apa yang terjadi? Tulisan mama dalam surat tak lagi jelas dan rapi. Dengan tulisan yang sedikit berantakan mama menulis,”Ana, maafkan mama tak bisa menghadiri ulang tahunmu yang ke dua puluh. Sebenarnya mama selalu ingin hadir dalam hari ulang tahunmu setiap tahun. Namun, kalau saja Ana tahu bahwa mama telah meninggaldunia karena kanker lambung sejak Ana berusia tiga tahun, maka Ana pasti bisa memahami mengapa mama tak bisa hadir menemanimu pada setiap hari ulang tahunmu…” “Ana maafkan mama ya…! Ketika mama tahu bahwa hidup mama tak lama lagi, mama menatap wajahmu yang lucu, mendengar suaramu yang jernih mulai belajar memanggil mama…mama…, mama memelukmu erat-erat. Sungguh menyesal sekali, mama tak bisa lagi melihat buah hati mama satu-satunya tumbuh dewasa. Inilah hal yang paling mama sesalkan dalam hidup mama yang singkat.” “Mama tidak takut mati, tapi begitu teringat bahwa mama punya kewajiban untuk mendidik dan membimbingmu hingga dewasa, hati mama bagai diiris sembilu. Betapa mama ingin melihat engkau tumbuh dengan bahagia, namun apa daya mama tak lagi memiliki kesempatan untuk itu. Akhirnya mama memikirkan satu cara yaitu sebelum hidup mama berakhir, dari pagi hingga malam mama membayangkan engkau tumbuh dari tahun ke tahun, mama membayangkan masalah dan peristiwa yang akan engkau hadapi, kemudian dengan berbasuh air mata mama mulai menulis lembar demi lembar surat untukmu. Tujuh puluh dua lembar pesan dalam surat telah mama selesaikan dan mama serahkan kepada pamanmu yang ada di Amerika. Mama berpesan kepadanya untuk mengirimkan surat demi surat di saat-saat penting dalam hidupmu, untuk menyampaikan isi hati dan harapan mama kepadamu. Walau roh mama telah berpulang, namun dengan surat inilah hati mama bertaut dengan hati Ana.” “Saat ini…sambil menatap Ana yang sedang bermain dan merebut surat yang sudah selesai mama tulis…air mata tiada henti mengalir, Ana belum mengerti bahwa hidup mamamu tinggal beberapa hari, tidak mengerti bahwa surat-surat ini akan Ana baca dalam jangkah waktu tujuh belas tahun, satu demi satu menemani Ana tumbuh dewasa. Ana…betapa mama amat menyayangimu, sungguh tak tega meninggalkan Ana sendirian di dunia ini. Sekarang mama hanya bisa dengan sisa tenaga membayangkan Ana yang telah dewasa, Ana yang telah berusia dua puluh tahun. Ana, ini surat mama yang terakhir untukmu, mama tak kuat lagi untuk menulis, tapi kasih sayang mama untukmu melampaui hidup-mati, hingga selamanya…selamanya…”

Baca sampai di sini, Ana tak mampu menahan gelora di hatinya, berbagai perasaan berkecamuk di hatinya. Ana memeluk kakek dan nenek, menjerit dan menangis sekencang-kencangnya. Surat mama jatuh dari
 ..genggaman Ana, sebuah foto yang telah menguning jatuh dari lipatan surat. Dalam foto tampak sorotan mata mama yang penuh kasih, terus menatap Ana yang sedang bermain bersama setumpukan surat. Di balik surat tampak goresan pena mama yang telah memudar, tertulis: Selamat ulang tahun Ana, tahun 1998.

Sayang, aku ingin putus

Sayang, aku ingin putus
Saat aku sedang tidak ada kerjaan, tiba-tiba ada seseorang yang mengirimi ku sms. “Anggi” isi smsnya. Aku pun langsung membalas nya dengan bertanya “siapa ini?”. Dia mengaku sebagai ahmad teman sekelas ku. Aku masih belum percaya bahwa dia adalah ahmad, akhirnya aku bertanya dengan teman-temanku apakah mereka mengetahui nomor siapa ini. Ternyata nomor itu adalah milik Rendi teman sekelas ku juga, ia mendapatkan nomor ku dari salah satu teman ku.
Setelah itu, kami jadi sering smsan. Aku awalnya tidak memiliki perasaan apa-apa kepadanya, tapi suatu saat dia menembakku dan aku tidak bisa menerimanya karna aku menganggap dia hanya teman. Dia tidak putus asa, beberapa kali dia menembak ku lagi sampai akhirnya aku menerima nya karna aku memiliki perasaan yang sama dengan nya, tapi saat aku menerima nya aku berkata bahwa aku tidak dibolehkan berpacaran selama sekolah, jadi kita tidak bisa ketemuan atau ngedate. Ia pun menyanggupinya.
Kami berpacaran hanya lewat sms dan telfon, di sekolah pun kami jarang berbicara karna kami tidak mau teman-teman kami yang lain tau bahwa kami berdua berpacaran. Selama itu kami banyak menghadapi masalah sampai harus putus nyambung putus nyambung. Suatu saat aku ketahuan berpacaran oleh orang tua ku, akhirnya hp ku disita dan kami tidak berhubungan lagi. Ketika hp ku dikembalikan, aku menghubungi rendi lagi dan kami pun berpacaran kembali.
***
Saat itu sandi ingin sekali menemuiku, tapi aku tidak mau karna takut ketahuan. Kami pun sepakat untuk bertemu didepan jendela kamar ku pada jam 3 subuh. Ketika kami bertemu, kami senang sekali walau dibatasi oleh teralis jendela kamarku. Tapi sayang, saat itu juga mama ku masuk ke kamar ku dan melihat ada rendi di depan jendelaku. Rendi pun langsung pergi dan aku hanya bisa diam saat orang tua ku memarahiku. Hp ku kembali disita selama berbulan-bulan dan kami tidak ada berhubungan sama sekali. Aku mengira bahwa rendi telah memiliki kekasih yang baru dan melupakanku, padahal saat itu aku masih sangat sayang kepadanya.
Setelah 6 bulan, hp ku pun dikembalikan tapi aku tidak menghubungi rendi. Pada tanggal 23 februari saat dia berulang tahun, ku beranikan diriku untuk mengucapkan selamat ulang tahun kepadanya. Aku kira dia tidak akan membalas sms ku, tapi ternyata dia membalas sms ku dengan ucapan terima kasih. Bermula dari sanalah hubungan kami terjalin lagi.
***
Saat pembagian kelas, aku dan sandi sekelas lagi, tapi orang tua ku tidak menyetujuinya dan meminta kepada guruku untuk memindahkan ku ke kelas yang lain. Aku pun rela dipindahkan dan tidak sekelas lagi dengan rendi. Tapi, kami masih berhubungan baik walaupun aku terkadang cemburu dengan nya yang sekelas dengan mantannya. Di saat seperti itu, aku biasanya meminta rendi untuk menelfon ku dan ku ceritakan semua unek-unekku kepadanya. Tidak jarang di telf aku menangis dan rendi juga ikut menangis.
Sebenarnya aku ingin kami tidak berhubungan lagi karna aku tidak mau terus-terusan membohongi orang tua ku, aku dulu berjanji bahwa aku tidak mauberpacaran lagi tapi ternyata aku tetap berpacaran. Berbagai cara ku coba untuk membuat rendi benci kepadaku dan meninggalkan aku. Saat itu aku hanya bisa berkata bahwa aku tidak akan bisa membuat mu bahagia karna keadaan ku yang terlalu di kekang dan aku tidak pernah bisa mengerti kamu. Tapi rendi selalu saja berkata “tujuan hidup ku hanya kamu vita, jadi kalau kita putus, aku tidak punya tujuan hidup lagi. Aku hanya ingin nanti kita bisa menikah dan bersama selamanya. Aku akan selalu mengerti keadaan mu dan memahami segala kekurangan mu”. Aku hanya bisa menangis mendengar perkataannya.
Suatu saat aku ingin benar-benar ingin rendi meninggalkan aku dan memberinya kebebasan untuk mencari wanita lain yang lebih baik dari ku, yang dibolehkan pacaran oleh orang tua nya sehingga wanita itu bisa membahagiakan rendi. Aku akhirnya meminta kepada rendi untuk putus dengan alasan aku sudah tidak tahan dan tidak sayang lagi dengan nya, padahal aku sangat sayang kepadanya. Aku tau itu menyakitkan baginya, tapi hanya cara itulah yang bisa ku lakukan. Rendi pun bersedia untuk ku putuskan.
Setelah beberapa lama tidak berhubungan dengan rendi, aku merasa sangat kesepian dan hampa. Aku hanya dapat berharap suatu saat kami bisa bersama, kalau pun tidak bisa semoga saja dia mendapatkan kebahagiaan dengan wanita pilihan nya. Amin.
***

pengorbanan sang adik



Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangat
terpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning, dan punggung mereka menghadap ke langit. Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.

Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yang
mana semua gadis disekelilingku kelihatannya membawanya, Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku. Ayah segera menyadarinya. Beliau membuat adikku dan aku berlutut di depan tembok, dengan sebuah tongkat bambu di tangannya.”Siapa yang mencuri uang itu?” Beliau bertanya. Aku terpaku, terlalu takut untuk berbicara. Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadi Beliau mengatakan, “Baiklah, kalau begitu, kalian berdua layak dipukul!” Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi. Tiba-tiba, adikku
mencengkeram tangannya dan berkata, “Ayah, aku yang melakukannya!”

Tongkat panjang itu menghantam punggung adikku bertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga ia terus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas. sudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batu bata kami dan memarahi, “Kamu sudah belajar mencuri dari rumah sekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang? … Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!”

Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukan
kami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkan air mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulai menangis meraung-raung. Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya dan berkata, “Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi.”

Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memiliki cukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat, tapi insiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernah akan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikku berusia 8 tahun. Aku berusia 11.

Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ia lulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama, saya diterima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu, ayah berjongkok di halaman, menghisap rokok tembakaunya, bungkus demi bungkus. Saya mendengarnya memberengut, “Kedua anak kita memberikan hasil yang begitu baik…” Ibu mengusap air matanya yang mengalir dan menghela nafas, “Apa gunanya? Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?”

Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayah dan berkata, “Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi, telah cukup membaca banyak buku.” Ayah mengayunkan tangannya dan memukul adikku pada wajahnya. “Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitu keparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanan saya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!” Dan begitu kemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjam uang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke muka adikku yang membengkak, dan berkata, “Seorang anak laki-laki harus meneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkan jurang kemiskinan ini.” Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidak lagi meneruskan ke universitas.

Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang, adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuh dan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke samping ranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: “Kak, masuk ke universitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang.”

Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku, dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang. Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.

Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, dan uang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen pada punggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (di universitas). Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika teman sekamarku masuk dan memberitahukan, “Ada seorang penduduk dusun menunggumu di luar sana!”

Mengapa ada seorang penduduk dusun mencariku? Aku berjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotor tertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, “Mengapa kamu tidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?” Dia menjawab,tersenyum, “Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan mereka pikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akan menertawakanmu?”

Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Aku menyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekat dalam kata-kataku, “Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalah adikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu…”

Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu. Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan, “Saya melihat semua gadis kota memakainya. Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu.” Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Aku menarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis. Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.

Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kaca jendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana. Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku. “Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untuk membersihkan rumah kita!” Tetapi katanya, sambil tersenyum, “Itu adalah adikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamu melihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu..”

Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihat mukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku. Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya. “Apakah itu sakit?” Aku menanyakannya. “Tidak, tidak sakit. Kamu ...

JANJI TERAKHIR



Cerpen Cinta Sedih
Pagi ini dia datang menemuiku, duduk di sampingku dan tersenyum menatapku. Aku benar-benar tak berdaya melihat tatapan itu, tatapan yang begitu hangat, penuh harap dan selalu membuatku bisa memaafkannya. Aku sadar, aku sangat mencintainya, aku tidak ingin kehilangan dia., meski dia sering menyakiti hatiku dan membuatku menangis. Tidak hanya itu, akupun kehilangan sahabatku, aku tidak peduli dengan perkataan orang lain tentang aku. Aku akan tetap memaafkan Elga, meskipun dia sering menghianati cintaku.

“Aku gak tau harus bilang apa lagi, buat kesekian kalinya kamu selingkuh! Kamu udah ngancurin kepercayaan aku!”

Aku tidak sanggup menatap matanya lagi, air mataku jatuh begitu deras menghujani wajahku. Aku tak berdaya, begitu lemas dan Dia memelukku erat.

“Maafin aku Nilam, maafin aku! Aku janji gak akan nyakitin kamu lagi. Aku janji Nilam. Aku sayang kamu! Please, kamu jangan nangis lagi!”

Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi selain memaafkannya, aku tidak ingin kehilangan Elga, aku sangat mencintainya.

Malam ini Elga menjemputku, kami akan kencan dan makan malam. Aku sengaja mengenakan gaun biru pemberian Elga dan berdandan secantik mungkin. Kutemui Elga di ruang tamu, Dia tersenyum, memandangiku dari atas hingga bawah.

“Nilam, kamu cantik banget malam ini.”

“Makasih. Kita jadi dinner kan?”

“Ya tentu, tapi Nilam, malam ini aku gak bawa mobil dan mobil kamu masih di bengkel, kamu gak keberatan kita naik Taksi?”

“Engga ko, ya udah kita panggil Taksi aja, ayo.”

Dengan penuh semangat aku menggandeng lengan Elga. Ini benar-benar menyenangkan, disepanjang perjalanan Elga menggenggam erat tanganku, aku bersandar dibahu Elga menikmati perjalanan kami dan melupakan semua kesalahan yang telah Elga perbuat padaku.

Kami berhenti disebuah Tenda di pinggir jalan. Aku sedikit ragu, apa Elga benar-benar mengajakku makan ditempat seperti ini. Aku tahu betul sifat Elga, dia tidak mungkin mau makan di warung kecil di pinggir jalan.

“Kenapa El? Mienya gak enak?”

“Enggak ko, mienya enak, Cuma panas aja. Kamu gak apa-apa kan makan ditempat kaya gini Nilam?”

“Enggak. Aku sering ko makan ditempat kaya gini. Mie ayamnya enak loch. Kamu kunyah pelan-pelan dan nikmati rasanya dalam-dalam.”

Aku yakin, Elga gak pernah makan ditempat kaya gini. Tapi sepertinya Elga mulai menikmati makanannya, dia bercerita panjang lebar tentang teman-temannya, keluarganya dan banyak hal.
Dua tahun bersama Elga bukan waktu yang singkat, dan tidak mudah untuk mempertahankan hubungan kami selama ini. Elga sering menghianati aku, bukan satu atau dua kali Elga berselingkuh, tapi dia tetap kembali padaku. Dan aku selalu memaafkannya, itu yang membuatku kehilangan sahabat-sahabatku. Mereka benar, aku wanita bodoh yang mau dipermainkan oleh Elga. Meskipun kini mereka menjauhiku, aku tetap menganggap mereka sahabatku.

Selesai makan Elga Nampak kebingungan, dia mencari-cari sesuatu dari saku celananya.

“Apa dompetku ketinggalan di Taksi?”

“Yakin di saku gak ada?”

“Gak ada. Gimana dong?”

“ya udah, pake uang aku aja. Setiap jalan selalu kamu yang traktir aku, sekarang giliran aku yang traktir kamu. Ok!”

“ok. Makasih ya sayang, maafin aku.”

Saat di kampus, aku bertemu dengan Alin dan Flora. Aku sangat merindukan kedua sahabatku itu, hampir empat bulan kami tidak bersama, hingga saat ini mereka tetap sahabat terbaikku. Saat berpapasan, Alin menarik tanganku.

“Nilam, kamu sakit? Ko pucet sich?”

Alin bicara padaku, ini seperti mimpi, Alin masih peduli padaku.

“Engga, Cuma capek aja ko Lin. Kalian apa kabar?”

“Jelas capek lah, punya pacar diselingkuhin terus! Lagian mau aja sich dimainin sama cowok playboy kaya Elga! Jangan-jangan Elga gak sayang sama kamu? Ups, keceplosan.”

“Stop Flo! Kasian Nilam! Kamu kenapa sich Flo bahas itu mulu? Nilam kan gak salah.”
“Udah dech Alin, kamu diem aja! Harusnya kamu ngaca Nilam! Kenapa kamu diselingkuhin terus!”

Flora bener, jangan-jangan Elga gak sayang sama aku, Elga gak cinta sama aku, itu yang buat Elga selalu menghianati aku. Selama ini aku gak pernah berfikir ke arah sana, mungkin karena aku terlalu mencintai Elga dan takut kehilangan Elga. Semalaman aku memikirkan hal itu, aku ragu terhadap perasaan Elga padaku. Jika benar Elga tidak mencintaiku, aku benar-benar tidak bisa memaafkannya lagi.

Meskipun tidak ada jadwal kuliah, aku tetap pergi ke kampus untuk mengerjakan tugas kelompok. Setelah larut malam dan kampus sudah hampir sepi aku pun pulang. Saat sampai ke tempat parkir, aku melihat Elga bersama seorang wanita. Aku tidak bisa melihat wajah wanita itu karena dia membelakangiku. Mungkin Elga menghianatiku lagi. Kali ini aku tidak bisa memaafkannya. Mereka masuk ke dalam mobil, aku bisa melihat wanitaitu, sangat jelas, dia sahabatku, Flora….

Sungguh, aku benar-benar tidak bisa memaafkan Elga. Akan ku pastikan, apa Elga akan jujur padaku atau dia akan membohongiku, ku ambil ponselku dan menghubungi Elga.

“Hallo, kamu bisa jemput aku sekarang El?”

“Maaf Nilam, aku gak bisa kalo sekarang. Aku lagi nganter kakak, kamu gak bawa mobil ya?”

“Emang kakak kamu mau kemana El?”

“Mau ke…, itu mau belanja. Sekarang kamu dimana?”

“El! Sejak kapan kamu mau nganter kakak kamu belanja? Sejak Flora jadi kakak kamu? Hah?!!”

“Nilam, kamu ngomong apa sayang? Kamu bilang sekarang lagi dimana?”

“Aku liat sendiri kamu pergi sama Flora El! Kamu gak usah bohongin aku! Kali ini aku gak bisa maafin kamu El! Kenapa kamu harus selingkuh sama Flora El? Aku benci kamu! Mulai sekarang aku gak mau liat kamu lagi! Kita Putus El!”

“Nilam, ini gak…….”

Kubuang ponselku, kulaju mobilku dengan kecepatan tertinggi, air mataku terus berjatuhan, hatiku sangat sakit, aku harus menerima kenyataan bahwa Elga tidak mencintaiku, dia berselingkuh dengan sahabatku.

Beberapa hari setelah kejadian itu aku tidak masuk kuliah, aku hanya bisa mengurung diri di kamar dan menangis. Beruntung Ibu dan Ayah mengerti perasaanku, mereka memberikan semangat padaku dan mendukung aku untuk melupakan Elga, meskipun aku tau itu tak mudah. Setiap hari Elga datang ke rumah dan meminta maaf, bahkan Elga sempat semalaman berada di depan gerbang rumahku, tapi aku tidak menemuinya. Aku berjanji tidak akan memafkan Elga, dan janjiku takan kuingkari, tidak seperti janji-janji Elga yang tidak akan menghianatiku yang selalu dia ingkari.

Hari ini kuputuskan untuk pergi kuliah, aku berharap tidak bertemu dengan Elga. Tapi seusai kuliah, tiba-tiba Elga ada dihadapanku.

“Maafin aku Nilam! Aku sama Flora gak ada hubungan apa-apa. Aku Cuma nanyain tentang kamu ke dia Nilam!

“Kita udah putus El! Jangan ganggu aku lagi! Sekarang kamu bebas! Kamu mau punya pacar Tujuh juga bukan urusan aku!”

“Tapi Nilam…..”

Aku berlari meninggalkan Elga, meskipun aku sangat mencintainya, aku harus bisa melupakannya. Elga terus mengejarku dan mengucapkan kata maaf. Tapi aku tak pedulikan dia, aku semakin cepat berlari dan menyebrangi jalan raya. Ketika sampai di seberang jalan, terdengar suara tabrakan, dan…………
 
“Elgaaaa…..”

Elga tertabrak mobil saat mengejarku, dia terpental sangat jauh. Mawar merah yang ia bawa berserakan bercampur dengan merahnya darah yang keluar dari kepala Elga.

“Elga, maafin aku!”

“Nilam. Ma-af ma-af a-ku jan-ji jan-ji ga sa-ki-tin ka-mu la-gi a-ku cin-ta ka-mu a-ku ma-u ni-kah sa-ma kam……”

“Elgaaaaaa……”

Elga meninggal saat itu juga, ini semua salahku, jika aku mau memaafkan Elga semua ini takan terjadi. Sekarang aku harus menerima kenyataan ini, kenyataan yang sangat pahit yang tidak aku inginkan, yang tidak mungkin bisa aku lupakan. Elga menghembuskan nafas terakhirnya dipelukanku, disaat terakhir dia berjanji takan menyakitiku lagi, disaat dia mengatakan mencintaiku dan ingin menikah denganku. Dia mengatakan semuanya disaat meregang nyawa ketika menahan sakit dari benturan keras, ketika darahnya mengalir begitu deras membasahi aspal jalanan.
Rasanya ingin sekali menemani Elga didalam tanah sana, menemaninya dalam kegelapan, kesunyian, kedinginan, aku tidak bisa berhenti menangis, menyesali perbuatanku, aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri.

Satu minggu setelah Elga meninggal, aku masih menangis, membayangkan semua kenangan indah bersama Elga yang tidak akan pernah terulang lagi. Senyuman Elga, tatapan Elga, takan pernah bisa kulupakan.

“Nilam sayang, ini ada titipan dari Ibunya Elga. Kamu jangan melamun terus dong! Kamu harus bangkit! Biar Elga tenang di alam sana. Ibu yakin kamu bisa!”

“Ini salah aku Bu. Aku butuh waktu.”

Kubuka bingkisan dari Ibu Elga, didalamnya ada kotak kecil berwarna merah, mawar merah yang telah layu dan amplop berwarna merah. Didalam kotak merah itu terdapat sepasang cincin. Aku pun menangis kembali dan membuka amplop itu.

Dear Nilam,
Nilam sayang, maafin aku, aku janji gak akan nyakitin kamu, aku sangat mencintai kamu, semua yang udah aku lakuin itu buat ngeyakinin kalo Cuma kamu yang terbaik buat aku, Cuma kamu yang aku cinta.
Aku harap, kamu mau nemenin aku sampai aku menutup mata, sampai aku menghembuskan nafas terakhirku. Dan cincin ini akan menjadi cincin pernikahan kita.
Aku sangat mencintaimu, aku tidak ingin berpisah denganmu Nilam.
Love You
Elga

Air mataku mengalir semakin deras dari setiap sudutnya, kupakai cincin pemberian Elga, aku berlari menghampiri Ibu dan memeluknya.

“Bu, aku udah nikah sama Elga!”

“Nilam, kenapa sayang?”

“Ini!” Kutunjukan cincin pemberian Elga dijari manisku.

“Nilam, kamu butuh waktu nak. Kamu harus kuat!”

“Sekarang aku mau cerai sama Elga Bu!” kulepas cincin pemberian Elga dan memberikannya pada Ibu.

“Aku titip cincin pernikahanku dengan Elga Bu! Ibu harus menjaganya dengan baik!”
Ibu memeluku erat dan kami menangis bersama-sama.
*****

Kisah Sedih Yang Menjadi Teladan Buat Suami Isteri


Assalamualaikum….
Kehadapan ustaz yg saya hormati…saya tidak tahu..di mana ingin saya mulakan bicara ini… tetapi saya mesti menceritakn kisah ini pada ustaz supaya hati saya tenang dan mungkin dapat meredakan rasa berdosa…saya selama ini…ustaz mungkin tidak kenal saya namun saya mengenali ustaz..tak mengapalah kalau ustaz tak kenal saya pun….
Ustaz saya merupakan seorang lelaki yang mempunyai memori kehidupan lampau yg cukup menyedihkan…harap ustaz tidak bosan mendengarnya….Saya merupakan seorang suami..kepada seorang isteri yg amat baik dan setia….namun ustaz ..saya tidak pernah menghargai kasih dan sayangnya yang dicurahkan kepada saya….kerana pada waktu itu …mata hati saya terlalu buta untuk membezakan yang mana kaca dan permata.
Ustaz saya telah berkahwin dengan seorang wanita yang pada asalnya tidak saya cintai….dia seorang yang sederhana pada segi paras rupanya….seorang yang tidak pandai bergaya …tetapi kuat pegangan agamanya…. bertudung labuh…bersopan santun.. baik budi bahasanya…. Untuk pengetahuan ustaz perkahwinan kami ini.. segala-galanya….diaturkan oleh keluarga dalam keadaan saya masih belum bersedia…
Ustaz terus terang saya katakan yang saya sudahpun mempunyai teman wanita yg jauh lebih cantik daripada isteri saya dan kami amat menyintai antara satu sama lain….cumanya saya akui teman wanita saya ini agak sosial sedikit dan tidak menutup aurat……Ustaz selepas berkahwin dengan isteri saya itu…jiwa saya menjadi kacau dan keliru…..saya amat marah kepada isteri saya…kerana pada anggapan saya kerana dialah saya tidak dapat bersama kekasih saya yg amat saya cintai itu.
Ustaz sepanjang kehidupan kami…saya selalu sahaja mencari jalan untuk menyakitkan hatinya…dengan harapan kami akan bercerai setelah dia tak tahan dengan kerenah saya….namun rupanya ustaz…isteri saya ini adalah wanita yang penyabar….pernah saya tidak balik ke rumah..dengan tujuan isteri saya akan membenci saya…tetapi selama mana lambat sekalipun saya balik ..dia akan tunggu saya dan bila saya masuk ke dalam rumah…dia menyambutnya dengan mesra dan bertanya: “Abang dah makan…?Nak saya panaskan lauk dan hidangkan makanan?”
Ustaz…pernah suatu hari saya menampar mukanya….apabila dia bertanya pada saya…”Abang dah solat?…abang tak pernah solat ke?…..Paannggg..!!satu tamparan kuat saya berikan di pipinya….perasaan geram..marah dan rasa terhina….bercampur ego yg menggila…Bengkak pipinya…dia menangis terisak-isak……saya ingatkan mungkin dia akan membenci saya..tetapi rupa-rupanya…..dia bersabar dan melayan saya sebagai suaminya.
Ustaz pernah suatu hari…dia ingin bermanja dengan saya…..membawa sepinggan nasi goreng yang digoreng…untuk saya …pada masa itu saya sedang berbual mesra dengan kekasih saya di dalam handphone……ketika dia ingin menyuapkan nasi kemulut saya….saya tolak pinggan …sehingga jatuh berkecai bersama nasi goreng yang digoreng khas untuk saya…..dengan linangan air mata….dia mengutip setiap butiran nasi goreng yang berhamburan ke lantai…
Ustaz saya bertambah lupa daratan…saya habiskan masa berhibur dan berlibur dengan kawan-kawan di luar..dengan harapan isteri saya akan lebih sakit hati dan meninggalkan saya rupanya dia tetap tabah dan bersabar…..pernah juga saya menendang badannya kerana dia menasihati saya supaya tidak mencari hiburan dengan jalan yang dimurkai Allah.
Ustaz….pernah suatu ketika apabila keluarganya datang bertanyakan khabar dia kata dia amat bahagia bersama saya…tapi sebenarnya hanya saya yang tahu dia berbohong.
Ustaz suatu hari saya telah diberikan balasan oleh Allah…dan saya kira itu adalah balasan…apabila saya terlibat dengan kemalangan….tulang paha saya patah dan dan sememangnya saya tidak berdaya utk bangun….hampir lima bulan saya terbaring tidak berdaya….ketika itulah isteri saya menjaga saya dengan setia sekali…..berak kencing saya… dia tadahkan… dia basuhkan tanpa ada rungutan atau perasaan genyi mahupun geli ….dialah yang memandikan saya…menggosok badan saya dan memakaikan pakaian utk saya….bila saya mengerang sakit kerana kaki yang bengkak di tengah malam…berdenyut-denyut sakitnya…dialah yang bangun …..dalam keadaan mengantuk dan terhoyong hayang kerana tidak cukup tidur..dia datang kepada saya dan menyapukan ubat krim dan memberi saya ubat penahan sakit…sehingga saya rasa lega dan tertidur….tetapi isteri saya tidak tidur hingga ke pagi…….risau saya mengerang kesakitan lagi.
Ustaz isteri sayalah yang menyuapkan saya makan…dia sendiri tidak akan makan…melainkan setelah saya kenyang….dia akan membuatkan makanan dan minuman mengikut kehendak dan selera saya. Bila saya kenangkan kembali….sewaktu saya terlantar sakit tiada siapa pun dari teman-teman yang setia berjoli dengan saya dahulu… datang menghulurkan bantuan apatah lagi melawat…kekasih saya..lagi lah..apabila dapat tahu saya kemalangan dan tidak boleh bangun…dia tidak mahu lagi..menghubungi saya malah meminta hubungan kami diputuskan..kononnya saya suami orang..huh..sekarang baru dia kata saya suami orang..dulu….dialah yang menghasut dan memberikan harapan pada saya untuk membenci isteri saya… ketika itu barulah saya sedar betapa besarnya kesilapan dan dosa yang telah saya lakukan…Ustaz…..saya …kasar..kejam dan zalim kepada isteri yg menyayangi saya….besarnya dosa saya…..amat menyesal rasanya.
Ustaz….ketika saya boleh berjalan ..sedikit demi sedikit…dan saya beransur pulih….isteri saya jatuh sakit…..badannya menjadi kurus kering….tiada selera makan…terbaring..tak bermaya…..kata doktor yang merawatnya….isteri saya jadi begitu kerana terlalu letih dan susah hati….hati saya menjadi sebak..kerana saya tahu sayalah puncanya….
Ustaz kesihatan isteri saya makin teruk…..mukanya makin pucat….tetapi dia tetap senyum….saya menangis sepuas-puasnya memohon ampun dan maaf di atas kejahatan yg pernah saya lakukan terhadapnya….dia hanya tenang dan menjawab dia telah lama maafkan saya….”Abang saya dah lama maafkan abang…saya sayangkan abang”……berderai airmata saya hancur hati saya….pilu bercampur sebak yang amat sangat…diikuti dengan perasaan menyesal.
Ustaz selepas itu isteri saya di masukkan ke dalam wad kecemasan…..saya menjaganya setiap hari….saya belai rambutnya saya kucup dahinya…sambil airmata ini tidak berhenti—henti mengalir…”Jangan menangis bang….bukan salah abang…..mungkin saya ni yang tidak pandai mengambil hati abang…”Berdentum….seolah-olah hati saya disambar halilintar…saya menangis lagi….sehingga keluarga yang datang melawat terpaksa menenangkan saya…..malah ada yang memuji saya ….kerana beranggapan saya suami yang amat menyayangi isteri…..ternyata pujian itu bagaikan sumpahan utk saya.
Ustaz…..isteri saya ada berkata…dia meminta maaf kerana tidak dapat melahirkan zuriat untuk saya..kerana masanya utk menghadap ilahi semakin hampir….saya meraung….merayu kepadanya agar tidak meninggalkan saya…tapi katanya…setiap yang hidup pasti akan mati…dan dia meminta saya menjaga diri baik-baik….kerana dia tidak boleh lagi menjaga saya….ustaz..saya menangis …sehingga saya menjadi lemah….apabila dia mengucapkan kata kata terakhir itu.
Ustaz…tepat jam 3.00 ptg…setelah dua minggu berada di hospital…isteri saya telah pergi meninggalkan saya selama-lamanya….dengan bebanan dosa dan jutaan kesalan yang menerjah hati ini…saya meraung semahu-mahunya….menyesal di atas kekasaran yg pernah saya lakukan.
Ustaz jiwa saya tak tenteram…apakah Allah akan mengampunkan dosa saya ini…..apakah kekasaran dan kejahatan serta layanan buruk saya kepada isteri ….akan diampunkan Allah….tolonglah ustaz saya amat menderita…..jiwa saya terseksa…..mungkin ini hukuman yang patut saya terima.
Masih terngiang di telinga saya pesanan akhir isteri saya..”abang…jagalah diri baik-baik….jangan lupa tunaikan solat….berbuat baik… takutlah kepada Allah….dan jika bertemu dengan insan bernama isteri….jangan berkasar dengannya sayangilah dirinya.”
Ustaz sebelum isteri saya menghembuskan nafas terakhir…dia ada meninggalkan satu nota dan sebuah lagu untuk saya dengar dan hayati….lagu itu adalah harapan yang dia impikan dari saya tetapi tidak sempat dia nikmati….kasih sayang yang terkandung dalam lagu itu…dia harapakan dari saya….Di dalam nota itu dia menulis “Abang..dengarlah lagu ini dan ingatlah saya selalu…Dahulu…saya senantiasa menanti abang pulang ke rumah…Saya teringin sangat nak makan bersama abang…..mendengar cerita abang….menyambut abang pulang dari kerja….bergurau dan bermanja dengan abang…..memeluk abang ketika tidur…..tetapi semuanya mungkin tidak sempat bagi saya…jaga diri…..sayang abang….selamanya.
Ustaz ….saya harap ustaz tak marah saya meluahkan perasaan begini panjang pada ustaz….kerana inilah pesan isteri saya sekiranya saya merasa terlalu sedih…ceritakanlah pada ustaz dia tahulah apa nak buat utk tenangkan abang……Ustaz….saya harap cerita saya ini dijadikan teladan bagi mereeka yg bergelar suami….sayangilah isteri anda….selama mana anda berpeluang utk berbuat begitu…janganlah terjerumus dengan kesilapan yg saya lakukan…pasti anda akan menyesal tak sudah…..
Terima kasih ustaz….doakan saya…….
Sedih dan sebak bila baca luahan perasaan hamba Allah ini….memang saya banyak beri ceramah motivasi dan mendengar banyak masalah masyarakat yg dihantar pada saya dan inilah yang paling sedih.yg pernah saya baca… tambahan pula lagu yg telah ditujukan isterinya itu bila dengar bertambah sebak…..dengarkanlah senikatanya…….tapi tak boleh upload lagu tu dibawah copyright….tajuknya now and forever…

 

Blogger news

Blogroll

About

CERITA SEDIH © 2012 | Template By arif rahman