Lastri memerlukan beberapa kejap memejamkan mata, sesaat sebelum bus Intra yang ditumpanginya memasuki Terminal Amplas. Angannya membual pada kenangan beberapa tahun lewat, pikirannya dipenuhi kenangan dan mimpinya yang ditinggalkan di kota ini.Setelah turun dari bus, Lastri bergegas melompat ke dalam Angkot lagi,KPUM trayek Terminal Amplas-Pinang Baris. Tadi dia sempat mengedarkan pandang ke sekeliling terminal. Dia menggeleng kepala sendiri, menenangkan batinnya. Katanya kepada batin: menggerutu soal kesemrawutan tak baik bagi kesehatan. Sudah Tiga tahun Lastri berada di Bandung hanya untuk bekerja dan bekerja. Tiga tahun juga dia bendung rasa rindu pada keluarganya di Medan, Lastri memutuskan untuk menghabiskan cuti tahunannya pulang ke Medan. Pihak kantor mengizinkannya untuk ambil cuti tahunan selama 14 hari.
Pelan-pelan Angkot KPUM yang ditumpangi Lastri Sebentar lagi akan melintasi perempatan Universitas Sumatera Utara,Dia ingat dulu, lama sekali pernah bergiat menimba ilmu di Universitas itu. Sambil tersenyum Lastri mengenang jalan hidupnya. Sesampainya dirumah, Orang tua Lastri begitu bahagia melihat ia tetap sehat, bahkan mereka mengatakan ia jauh berubah, tutur bahasanya semakin lembut dan sopan, cara berpakaiannya benar-benar menunjukkan kalau Lastri memang perempuan kantoran, Lastri semakin feminim dan semakin cantik. Keluarganya menyambutnya dengan penuh kegirangan.
Lastri tidak pernah lupa akan kebiasaannya dulu, setiap hari minggu ia pasti selalu ke pantai cermin untuk melepaskan rasa penat lelah menjalani rutinitas selama satu minggu,Pantai Cermin adalah salah satu tempat terciptanya kenangan antara Lastri dan Andre dimasa lalu,tapi sayangnya andre telah menikah. Kala itu Lastri mengundang Andre untuk menghadiri acara wisudanya, tapi disaat itu juga orang yang dia kasihi menyodorkan undangan pesta pernikahannya. Betapa hancurnya hati Lastri. Wisuda dilalui dengan air mata kebahagiaan sekaligus kesedihan. Seusai wisuda, keberangkatannya bekerja di Bandung pun ia per cepat. Dua hari sebelum pesta pernikahan Andre di situ ia meninggalkan kota Medan.Lastri pergi tanpa pamit pada siapapun kecuali keluarganya. Sejak itu hingga saat dia kembali ke medan dia tidak tahu gimana kabar andre.”Ah ya sudahlah, lupakan.” Lastri berkata dalam hatinya. Dia duduk ditepi pantai. Pandanganya tertuju ke lautan yang luas, ia juga tetap memperhatikan sekeliling. Tak bisa dia bohongi ia berharap bisa melihat andre ada di tempat ini. Lastri tak sedikit pun bisa melupakan Andre, walaupun Andre sudah menikah.
Dari kejauhan Lasrti melihat sesosok pria yang lagi berenang di pantai, itu Bang surya. Ia mendekati Surya.
“Hei, Bang Surya apa kabar?.” Lastri menjulurkan tangannya sambil tersenyum.
Surya hanya terdiam melihatnya, sepertinya dia tidak mengenali Lastri lagi.
“Ini aku Bang, Lastri, Lastri mantannya Bang Andre.” Sebenarnya berat hati lastri menyebut nama Andre, tapi memang hanya itulah yang bisa mengingatkan Surya padanya karena Lastri berkenalan dengan Surya melalui Andre.
“Oh,, Lastri? Sudah lama ya kamu tidak kelihatan lagi kemana saja dek?.”
“Aku sekarang kerja di Bandung bang, aku sudah dua tahun di sana.”
“Wah, pantesan gak pernah lagi kelihatan.”
“Ya gitu deh, Abang apa kabar?.”
“Sehat, Lastri?.”
“Seperti yang Abang lihat.”
“Tapi kamu jauh berubah ya, kamu jauh lebih cantik dari sebelumnya, abang saja sampai tak mengenalmu tadi.”
“Oh ya?.”
Sebenarnya dalam hati Lastri juga ingin menanyakan pada Surya bagaimana kabar Andre, tapi ia rasa itu tidak perlu. Sekarang ia sadar sekalipun ia jauh dari semua kenangan, tetap saja cintanya pada Andre belum pudar,”Adilkah buatku ini Tuhan”, Lastri mengeluh.
“Dek sudah tau berita belum mengenai si Andre?.”
Mendengar nama Andre, Lastri terkejut jantungnya berdetak tak menentu, berharap tidak membahas tentang Andre, Surya malah mengingatkannya, tapi Lastri berusaha bersikap tenang.
“Memangnya kenapa dengan Andre, bang?.”
“Lho belum tau beritanya ya?.”
Informasi yang diberitahukan Surya semakin membuatnya penasaran, tapi ia tetap berusaha tenang.
“Berita apa sih bang? Buat penasaran saja.”
“Kapan terakhir kamu bertemu dengan Andre?.”
“Ya sudah lamalah, tiga tahun yang lalu sewaktu dia antar undangan padaku.” Mengingat kejadian itu membuat lastri berkata terbata-bata dan pelan, karena hatinya terpukul tiap kali ingat kejadian itu.
“Terus kau tidak tahu kalau pernikahan mereka gagal?.” Surya berkata dengan wajah yang sangat serius.
Mendengar kata “gagal” ia semakin terkejut, Ia tidak tahu harus bersikap seperti apa, ada rasa bahagia di hatinya, tapi ada juga rasa sedih di hatinya.
“Kau tahu dek, dua hari sebelum pesta mereka berlangsung, Orang tua si perempuan datang ke rumah Andre di kampung, satu kampung terkejut mana boleh Orang tua siperempuan datang ke rumah Besannya sebelum acara pernikahan anak perempuannya berlangsung, tidak ada yang tahu tujuannya, tiba-tiba orang tua si perempuan menarik paksa putrinya keluar dari rumah si Andre. Orang tua si perempuan tidak setuju mereka menikah, ternyata selama ini si perempuan hanya meminta restu kepada Bapak Udanya saja
(adik laki-laki dari bapak), sementara orang tuanya tidak setuju, karena perempuan itu sudah dijodohkan dengan paribannya (anak laki-laki dari bibi). Pernikahan dibatalkan, sempat juga memang ini sampai pada jalur hukum, tapi tak tahu endingnya apa, tapi yang pasti sekarang si perempuan sudah menikah dengan paribannya itu.”
Surya diam sejenak, Lastri tidak sabar mendengar kabar selanjutnya terutama kabar Andre.
“Jadi sekarang Andre dimana?.”
“Sekarang aku tidak tahu dia dimana, sejak kejadian itu dia tidak pernah muncul lagi dan tidak ada kabar”.
Istri Surya datang mendekati Surya dan Lastri dan mengajak Surya pulang, sayang sekali aku rasa moment ini untuk ditinggalkan, padahal aku ingin mendengar lagi informasi yang sangat penting ini. Ucap Lasrti dalam hati
Perasaan sedih, tapi juga bahagia bersatu dalam dirinya. Iasedih karena ia membayangkan bagaimana kalau ia berada di posisi mereka dan ia bahagia berarti ia masih ada kesempatan untuk mengulang lembaran baru dengan Andre.
Informasi yang Lastri dapatkan dari Surya tadi membuat ia benar-benar gelisah dan memancing dirinya untuk mencari tahu dimana sekarang keberadaan Andre, tapi ia tidak tahu harus mulai mencari dari mana, hanya satu jawaban ia harus menjumpai Orang tuanya di Siantar.
Walaupun cuaca tidak bersahabat, rintikkan hujan di pagi hari tidak membuat Lastri malas untuk berpergian sesuai rencananya, ia mengeluarkan mobil Avanza silver milik Papanya. Selama ia di Medan Papanya mempercayai menggunakan mobil Avanzanya kemanapun Lastri pergi, Lastri menuju Siantar.
Sampai di depan rumah Andre, ia keluar dari mobil, seorang perempuan yang paruh baya datang menghampirinya menatap keheranan.
“Cari siapa dek?”.
” Ini Namboru (sapaan buat Mamanya pacar kita atau suami kita, atau juga satu marga sama bapak kita dalam adat Batak).” Lastri memastikan.
” Namboru mana yang adek maksud?.” Namboru bertanya heran.
” Namboru, Mamanya Andre?.” Lastri bertanya lagi.
“Iya benar, adek ini siapa ya?.”
“Ini aku Lastri, Namboru.” Lastri menyalami tangan Namboru.
Setelah Namboru tahu kalau itu adalah Lastri, Namboru memeluknya dan menangis histeris, situasi menjadi ramai para tetangga datang karena mendengar tangisan histeris Mama Andre, mereka membawa Lastri dan Namboru masuk ke rumah.
Mama Andre menceritakan kejadian yang sama persis dengan apa yang diceritakan oleh Surya pada Lastri, Mama Andre malah berkata kalau mereka sudah malu sekali atas kejadian itu dan sejak itu Andre tidak pernah lagi menunjukkan dirinya. Mama Andre bilang Andre sekarang ada di Riau, sudah dua tahun dia disana dan tidak pernah pulang dan rasa rindu yang Mama Andre rasakan yang membuat Mama Andre semakin kurus kering, padahal dulu Mama Bang Andre termasuk perempuan yang gemuk.
Mama Andre menyuruh Lastri menelepon Andre tanpa berpikir panjang ia langsung menghubungi Andre. Pembicaraan pun tercipta begitu menyenangkan, awalnya Andre tidak percaya kalau Lastri yang menelepon dirinya, tapi Lastri meyakinkan dia kalau ini memang benar-benar dirinya. Satu jam menelepon tanpa memperdulikan telinganya yang sudah panas mereka sama-sama melepas rindu melalui telepon,Lastri menyuruhnya pulang karena waktunya di Medan hanya tinggal 10 hari lagi. Tanpa basa basi Andre mengatakan malam ini dia akan pulang dan sampai di Medan besok pagi.
Lastri menyarankan dia pulang tidak usah ke kampungnya tapi ke Medan saja, karena kata Andre untuk sekarang ini dia masih belum bisa menahan rasa malu. Tapi kami bingung kemana dia harus tinggal, sementara Mamanya juga ingin bertemu dengan Andre, tinggal di Medan tempat saudara mereka juga masih belum siap. Tapi tidak berlama-lama lagi Lastri dan Mama Andre pergi ke Medan, sampai di Medan mereka langsung cari kamar kost untuk Mama Andre dan Andre tempati sementara dan Lastri bersedia membiayai semua kebutuhan mereka selama mereka nge-kost.
Pukul 09.00 WIB Lastri dan Mama Andre menjemput Andre ke terminal Amplas, setelah memarkirkan mobilnya, Lastri dan mama Andre langsung mencari dimana bus yang
dari Riau berhenti. Satu jam sudah menunggu, bus dari Riau tiba, Mama Andre bergerak kesana-kemari mencari Andre di antara penumpang yang turun dari bus tersebut, tiba-tiba Mama Andre memeluk lelaki yang kurus dan berkulit hitam, pria itu benar-benar tidak terawat, dia adalah Andre. Fisiknya bahkan jauh lebih parah daripada sewaktu Lastri dulu pacaran dengan dirinya, walaupun begitu Lastri tidak peduli lagi seperti apa dirinya, yang pasti rasa cintanya padanya jauh mengalahkan rasa malunya dulu.
Waktu Lastri yang tinggal 9 hari di Medan tidak akan ia sia-siakan, ia habiskan untuk mengurus Andre dan Namboru, ia memberikan yang terbaik kepada mereka, ia juga selalu mencari kesempatan untuk berduaan dengan Andre berharap Andre mau mengulang lagi kisah cinta mereka. Merasa termotivasi dengan dukungan lastri sejak kmereka bertemu beberapa hari yang lalu Andre kembali seperti dulu, dia sudah berani menunjukkan dirinya pada teman-temannya lagi, dia juga mulai bekerja lagi sebagai anggota supplier.
Tidak ada yang bisa menghalangi waktu, 14 hari telah berlalu, Lastri harus meninggalkan kota Medan kembali ke Bandung, berat sekali dia melangkah. Sehari sebelum ia berangkat, Andre mengajak Lastri menghabiskan waktu hanya berdua seharian, sesuai dengan apa yang Lastri harapkan Andre meminta Lastri untuk jadi kekasihnya kembali, tapi kali ini Lastri bilang padanya aku tidak mau hanya sebatas kekasih tapi aku mau menjadi pendampingmu untuk selamanya.
Andre begitu gembira mendengar ucapannya, dia memeluk erat dan mengatakan “Terima kasih sayang.” Lastri berangkat ke Bandugn, Namboru kembali ke kampung dan Andre sudah bekerja di Medan.
Sudah enam bulan berpacaran jarak jauh, rencana Mereka menuju pelaminan, Lastri meyakinkan orang tuanya agar mereka merestui hubungannya dengan Andre. Orang tua Lastri tidak banyak komentar, bagi mereka kalau memang itu baik bagi Lastri mereka setuju saja asal jangan ada penyesalan di kemudian hari, tapi tekad Lastri sudah bulat dan mereka positif mau menikah dua bulan lagi.
Sibuk mengurusi hari pernikahannya dan Andre membuat Lastri harus Medan-Bandung dan sebaliknya, perasaan senang, gugup dan tegang bercampur dalam diri Lastri dan Andre. pernikahan satu bulan lagi. Undangan dicetak, pakaian sudah dijahitkan. Semua sudah beres hanya tinggal waktunya saja.
Pagi hari yang sangat cerah, menikmati secangkir teh di dekat jendela ruangan kantornya, sambil memandang lalu lalang pengangkutan yang ada di jalan raya di bawah sana. Lastri tidak tahu kenapa dengan hatinya, dia merasa bahagia sekali tidak tahu apa sebabnya,ia senyum-senyum sendiri sampai-sampai teman-temannya bilang. “Duh,, yang mau nikah itu, bahagia sekali, ech.” Senyum Lastri semakin lebar, mungkin mereka benar ia bahagia seperti ini karena hari pernikahannya sudah dekat.
“I’ll be waiting for you here inside my heart” handphone Lastri berdering.
Dia melihat panggilan dari Mamanya Andre, dengan senang hati ia mengangkat telepon dari calon ibu mertuanya ini.
“Halo Namboru”. Dengan nada yang semangat ia menjawab.
Tapi Lastri tidak mendengar sedikitpun suara dari seberang sana. ” Namboru, Namboru, halo,halo”. ia mengulang jawabannya, mungkin saja signal sedang terganggu pikirnya, telepon putus. Dia menghubungi Namboru, mungkin saja ada yang penting fikirnya.
“Halo boru.” jawaban dari seberang sana, tapi nadanya sangat lemah, berat dan sepertinya menangis.
“Lho, Namboru kenapa? Namboru nangis ya?.”
Suara tangis Namboru semakin kencang sekencang-kencangnya, tangis Namboru semakin membuatnya panik tak menentu.
“Namboru kenapa? Namboru kenapa?.” Suara Lastri semakin keras sampai-sampai semua karyawan melihat dan masuk ke ruangannya.
“Andre, ANdre…” Namboru bicara tanggung-tangung, Lastri semakin penasaran.
Andre? Andre kenapa Namboru?.” ia bertanya dengan penuh kegelisahan.
“Kuatkan hatimu ya boru (boru panggilan anak perempuan bagi orang Batak) Andre.Andre.Andre meninggal”. Namboru langsung menjerit.
Lastri tidak tahu apakah dia salah dengar atau tidak tapi semua gelap ia rasa, handphone dari tangannya terjatuh.
Ketika dia terbangun sudah banyak orang mengelilinginya, mereka memeluknya sambil menangis. Mereka tahu kalau calon suami Lastri yang akan ia nikahi dua minggu lagi telah pergi untuk selamanya.
Selama Lastri pingsan teman-teman kantornya mengurus tiketnya ke Medan, mereka benar-benar merasakan duka yang Lastri alami. Keberangkatannya ke Medan tepat pukul 16.00 WIB, Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi, dia hanya mengikuti kemana temannya Lastri membawanya, Mereka yang mengurus Lastri sampai menghadap jasad calon suaminya, hanya tangis yang bisa ia keluarkan.
Saat pemakaman berlangsung, Lastri masih tetap antara sadar dan tidak sadar, tapi dia masih mendengarkan ada bisikkan di telinganya, “Maafkan aku sayang, cintaku abadi untukmu.” Mendengar bisikkan itu Lastri langsung tersadar dan memperhatikan sekelilingnya kalau tak satu orangpun ada di sampingnya kecuali Namboru yang masih larut dalam kesedihannya, sementara keluarga Lastri berdiri di hadapan Lastri. Lastri tersadar kalau itu adalah suara calon suaminya dari alamnya ia pun berkata dalam hati “Selamat jalan sayang, cintaku juga abadi untukmu.”
Setelah pemakaman, mereka mendudukan Lastri disebuah tikar dan diletakkan beras di kepalanya, dia tahu mereka sedang memberikan penghiburan padanya, tapi Lastri tidak mendengarkan apapun yang mereka katakan, Dia malah bertanya kenapa calon suaminya bisa meninggal tiba-tiba seperti ini, padahal sehari sebelum meninggal, malamnya dia masih menelepon Lastri dan menceritakan rencana-rencana mereka bila sudah menikah nanti.
Teman kost Andre menceritakan sewaktu Andre selesai mandi mau pergi kerja dia sempat berkata kalau kepalanya sakit sekali bahkan dia sempat menjerit, sampai-sampai yang lain ikut terbangun, tiba-tiba dia terjatuh terlentang, mereka langsung melarikannya ke rumah sakit, tapi dokter bilang nyawanya sudah tidak terselamatkan lagi, Mereka langsung membawa jasadnya ke kampung.